Pages

Mer i'm Sorry

 
“ Mer please aku minta maaf atas semua salah yang udah buat kamu sakit hati, aku gk ada maksud buat begitu.”! 

“ Udahlah ‘Rin semuanya sudah terjadikan?”
 
“ Dengerin aku dulu Mer ini semua salah paham.” 
 Merinda menghentikan langkahnya.  Dia menatapku sinis. Ada kemarahan disana. Dimatanya.

“ Salah paham? Rin, aku percaya sama kamu lebih dari rasa percaya aku sama Andre. Aku ceritakan semuanya sama kamu dengan harapan kamu bisa bantuin aku. Tapi apa? Kamu justru nusuk aku dari belakang. TEGA KAMU”! kemarahanya tumpah ruah. 

Berpasang – pasang mata menatap kearah kami. Halaman supermarket berlahan ramai. Tak pernah ku tahu seorang lembut seperti Merinda bisa membuat orang sepertiku kehilangan nyali. Bibirnya bergeter berlahan pipinya mulai basah. Dia melangkah menjauh semakin jauh dan kemudian menghilang bersama sebuah taksi. Dan aku, aku masih terpaku dan terdiam tak tahu harus berbuat apa. Orang-orang menatapku iba. Ya Allah seberapa besar luka yang aku buat dihati sahabatku sendiri?

Aku merogoh tasku mengeluarkan handphone.
“Mas jemput Rin yah di mini market sekarang.” Handphone langsung ku matikan. Rasa bersalah yang semakin besar membuat dadaku nyeri. Ada air yang merembes dipipiku. Nyeri itu tak bisa ku tahan lagi. Aku terisak. Tanpa sadar ternyata aku masih berada ditengah halaman mini market. langkahku gontai. Aku melangkah manjauh dan memilih sudut halaman yang ada tempat duduk dan dinaungi pohon rindang.
Disana kutumpahkan semuanya. Tangisku semakin menjadi saat kembali teringat kejadian tadi. Apalagi saat tahu pertengkaran tadi dijadikan tontonan sebagian pengunjung mini market.

Meski pedih kucoba memutar kembali memori saat persahabatku dan Merinda baru saja terjalin. Masa-masa Smp dulu. Masa dimana kata orang dimulainya kisah “cinta monyet”. Mer dan aku berteman saat kami masih duduk di kelas 1. Karena faktor ketidak sengajaan.
Aku heran juga melihat dia sering berkunjung ke kelasku. Selidik punya selidik ternyata si Mer sedang ngejalin hati dengan teman sekelasku. Andre tim basket sekolah. Anaknya baik , gampang nyatu dengan teman yang lain termaksud aku. Dan Andre punya 1 yang khas. Kalau lagi senyum atau ketawa matanya jadi sipit banget dan lesung pipitnya jadi kelihatan banget. Setelah ku perhatikan anak itu manis juga. Hehehhehe...

Mer dan aku punya cara sendiri buat komunikasi. Nggak pake nelpon dll. Ngak perlu sms an. Tapi pake surat. Jaman krismon cyinnnn. Yah surat memudahkan kami bercurhat-curhat ria. Semakin lama jalinan persahabatan itu semakin kuat. 

Selama bertahun-tahun persahabatan itu aku jaga. Meski terkadang konfli kecil harus memisahkan kami sejenak. Kemudian tanpa sepengetahuanku ternyata banyak dari teman-temanku berpikir bahwa sebenarnya aku juga suka sama Andre. Yah, pasti aku selalu berkata "No". Karena memang begitu.

“ Rin kya apa kamu sama si Andre?” tanya Uland sahabatku yang jago bahasa inggris satu siang saat jam istirahat.

“ Gimana apa nya sih ‘Land?” tanyakutak acuh.

“ Yaelah gak tahu apa pura-pura gak tahu sih kamu?” tanyanya sambil menggodaku.

“ Emang gak tahu sayang. Kenapa sih kok kyanya curiga gitu sama aku?” aku mengeryitkan dahi. Wah ada yang gak beres nih. Si grasak grusuk Madil yang tadinya cuek bebek sekarang malah bergabung.

“ Emang ada apa sih?” tanyanya pada Uland.

“ Gini loh yank.....” dia memperbaiki posisi duduknya, menghadap padaku.

“ Aku Cuma pengen tahu aja sih kamu sama Andre ada hubungan apa. Soalnya anak-anak bilang katanya kamu suka sama Andre. Mereka sering lihat kamu lagi merhatiin Andre gitu deh. Maaf yah aku Cuma mau mastiin aja kalau yang dibilang anak-anak itu gak bener. Soalnya kan gak enak gitu yank kalau sampai gosipnya nyampe ditelinga temen-temennya Merin.” Jelasnya hati-hati. Sudah ku duga.

“ Rin ada apaan sih ini? Yang dibilang Uland barusan gak benerkan Rin.” Tanya Madil penuh selidik. Aku menghela nafas berat. Bisa kacau suasananya kalau begini.

“ Kalian kan sudah tahu Andre itu pacarnya Merin dan Merin itu sahabat aku juga sama kya kalian berdua. jadi please, percaya sama aku. Aku gak tahu kenapa semuanya jadi kacau kya gini. Andre itu temen kita kan jadi gak salah dong kalau aku deket sama dia sebagai temen. Lagian aku tahu kok batas-batas pertemanan.” Mereka mengangguk. Perbincangan kami selesai. 

Banyak kisah baru yang terukir selama 2 semester di bangku kelas dua. Kisah baru pun berlanjut saat aku dan teman-temanku naik ke kelas tiga. Yah sistem rolling. Kelas baru teman baru. Suasana baru. Seneng juga aku,Uland, Madil tetep bareng satu kelas. Tetep rame dong dengan temen baru. Sangking kompaknya sampe-sampe pas pelajaran bahasa indonesia 30 dari 35 siswa bolos semua. Hahahhaha.... wal hasil gurunya ngambek dan mogok mengajar selama 1 minggu. Dannnnnn..... 1 kelas kena jemur kepala sekolah. Tapi tetep anak gokil itu pada berseru “Alhamdulillah jd ikan kering.” Tawa adik-adik kelas membahana. Sudah dijemur sarafnya masih kendor aja. Hehehhhhe.
Setelah aku dan beberapa temenku memohon-mohon akhirnya si ibu guru mau juga kembali mengejar kami.
Siswa kelas 3 mulai sibuk mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir nasional. Dari penambahan jam sekolah khusus anak kelas 3. Mendaftar ditempat privat sana sini. Mencari contoh soal ujian dkk. Kesibukan itu ternyata merenggangkan persahabatnku. Seperti tak ada lagi waktu kami bertemu. 


**** *** ***

Uland membuka perbincangan saat kami sedang mengganti kalori yang terbuang saat olahraga dikantin sekolah.
“ Kya pa sih kriteria cowok seorang Rini?” tanyanya sambil mengunyah bakso. Kebiasaan lama.

“Gak ada yang spesifik kok yank. Yang jelas harus seiman, baik, taat sama agama.” Aku meneruskan makanku. 

“ Kalau begitu kita sama. tampang mah urutan ke 100.”

“ Ya.... ya... ya....” aku sedikit meragukan pernyataan barusan.

“ Eh, kanya aku tahu yang kamu maksud barusan..” katanya semangat.

“ Siapa emangny kamu sok tahu ahh... awas loh ntar aku kena gosip murahan lagi.” 

“ Serius aku tahu. Anak basket kan? Orangnya tinggi. Hitam manis gitu, trus kalo ketawa jadi tambah manis gitu orangnya” jelsnya berapi-api. Aku menatapnya curiga.

“ Andre kan Rin?” katanya sedikit berteriak. Untung pagi ini kantin  lagi sepi Cuma ada kami berdua aja.

“ Ralat yah sayang aku sebatas mengagumi aja. Ada sesuatu yang beda banget dari dia. Sesuatu yang bikin dia itu orang yang sangat amat istimewa dimataku.”

“Ya udah lagi Rin, kalo emang suka sama dia kan gak dosa gitu loh.”aku tersenyum kecut. aku suka sama Andre? No gak mungkin dia kan pacarnya sahabatku? Apa kata orang kalau sampe tahu bakal kya gini jadi? Kataku dalam hati. 

“ Aku cukup tahu diri kok ‘Land. Lagian kan gak mungkin giu lh orangkayak Andre suka sama cewek kya aku ini. Gak ada apa-apanya dibanding sama Merinda.”

“ Eh, jangan salah yah aku sering mergokin dia ngelitin kam dari bangkunya. Bukannya dia yah yang naruh surat dalam tasmu waktu kelas satu?”

“ ntar deh kok kamu tahu aku pernah dapat surat?”

“ Filling aja sih. Emang bener yah?” aku memilih diam dari pada menjawab.

“ Apa bener yah kalau surat itu dari dia?” ujar pelan nyaris tanpa suara.

“ Apa? Kamu bilang apa barusan?”  pertanyaannya buat aku kelabakan.

“Nothing.”

Setelah perbincanganku dengan Uland dikantin sekolah pagi itu, akhirnya ku putuskan untuk menceritakan semua hal yang bersangkutan dengan Andre kepada 2 sahabatku itu. Semua hal termaksud rasa yang hadir dihatiku setelah aku dan Andre dakat. Rasa yang tak ku mengerti maknanya. Mereka mendukung. Tapi tanpa aku sadar sesuatu yang buruk telah terjadi.

*****    &&&&&  *******

“Bisa bicara bentar gak Rin?”  katanya ketus. Ada apa yah? Kok kyanya ada yang pentingdan serius banget. Tatapan matanya  beda. Ada emosi dalam tatapan itu. Dia berjalan dan aku mengikutinya dibelakang.

“ Kamu kenapa Mer? Kok kita bicaranya harus di belakang sekolah?” tanyaku tak mengerti dan semakin penasaran. Dia membalas dengan senyum sinis.

“ Aku gak nyangka yah Rin, kamu tega ngelakuin ini dibelakangku?” katanya dengan amarah. 

“ Maksud kamu apa sih? Ngelakuin apa? Tega kenapa?” aku semakin bingung.

“ Kamu tega nusuk aku dari belakang. Kamu bilang kalau kamu mau bantuin aku biar bisa tambah dekat dengan Andre, tapi apa nyatanya? Tapi mana buktinya? Kamu suka kan sama Andre dan kamu deketin dia bukan buat aku tapi buat dirimu sendiri?” dia menyerangku dengan kata-katanya. Suaranya meninggi. 

“ Kamu salah Mer, aku ngedekitin dia memang buat bantuin kamu bukan buat diriku. Aku tahu pasti kamu temakan sama omongan anak-anak kan? Aku tahu diri kok Mer dan aku gak mungkin ngelakuin itu.”

“ Halahhhhh.... “ dia mengibaskan tangannya.

“ gak usah ngeles deh. Aku kecewa sama kamu! Aku benci sama kamu! Mulai detik ini gak ada lagi persahabatan antara kita!” dia berbalik lalu berlari

“ Mer...... Merinda.... Mer tunggu. dengerin aku dulu... Merinda.” Aku berteriak histeris memanggilnya tapi dia tidak menghiraukanku. Dia tetap berlari meninggalkanku.

“ Merin... dengerin aku dulu kamu salah paham. Mer......... “ aku terduduk ditanah sambil menangis.

 Badanku lemas seperti tak ada tulang yang menyanggahnya. aku mengutuk diriku. Bagaimana ini bisa terjadi? Seandainya rasa ini tak hadir dan menyiksaku tak akan terjadi seperti ini!
Sejak itu tamatlah sudah riwayat Merinda dalam hidupku. Tak ada lagi dia dan tak ada lagi aku dihidupnya.  Sejak kelulusan dan perpisahan smp, aku tak lagi pernah bertemu Merinda. Terakhir aku dengar dia tak lagi menempati rumahnya. Merinda menghinglang begitu saja.

Sampai akhirnya ketidak sengajaan mempertemukan kami siang ini. Kemarahan itu ternyata belum lagi sirna dihatinya terhadapku, dan kembali ia tumpahkan didepan belasan pasang mata di halaman mini market. Aku pikir sesal di dalam diriku berlahan pudar seiring bergantinya waktu.  Ternyata itupun salah karena tak pernah terpikirkan olehku sesal itu masih terus membelengguku sebelum kata “MAAF” kuperoleh darinya.

Aku beranjak saat ku lihat mas Syarif dari kejauhan. Sesak dada ini belum lagi hilang. Tangis mata ini belum lagi reda. Air mata dipipi ini belum lagi kering. Saat aku berlahan meninggalkan sudut halaman mini market. Aku harus tetap menjalani hidup apapun yang terjadi. Ini lah konsekuensi atas kesalahan itu dan aku akan tetap berjuang untuk kata “MAAF” nya.





 

0 komentar: