Kay masih termenung di depan jendela kamar. Angannya melayang pada
peristiwa 3 tahun lalu. Memaksa mengingat kejadian yang membuat gundah
hatinya.
Semilir angin senja memaksa me-replay semua kejadian
berselimut canda, tawa, air mata. Kini, semua terkunci rapat di ruang
terdalam hatinya.*
Bermula pada pertengahan tahun 2010 lalu.
Kayla Anastasia yang akrab dipanggil Kay menjalin hubungan Backstreet
dengan seorang pria, Bagas Andara Prima. Hasil perkenalan 'paksaan'
seorang teman Kay. Tertatih dipertahankan cinta yang telah terajut lebih
dari tiga tahun.
Bersama merajut lembar-lembah kasih sayang.
Seperti kata orang cinta pertama itu istimewa. Bagi Kay, Prima sosok
yang bisa mengayomi masa depannya kelak.
"Sudah dua tahun pasca perkenalan itu. Lantas mau dibawa kemana hubungan kita?" tanya Kay siang saat mereka bertemu.
"Maksudmu? Yank ..." dibiarkan Prima menggenggam tangannya. Kay membisu.
"Ntah kita berdua siap atau tidak, sebaiknya kita jalani saja dulu
saling mengenal lebih jauh lagi. Bukan maksudku membiarkan hubungan kita
terombang ambing dalam ketidakjelasan. Hanya saja terlalu cepat buatku.
Maaf." nada bicara itu penuh dengan kehati-hatian.
Kay menghela
nafas. Tak percaya dengan apa yang ia dengar. Semua terasa sia-sia
baginya. Tiga tahun ia menanti. Tentang apa yang sudah ia korbankan.
Sebuah cincin emas bertahta sebuah hati dan permata putih melingkar di
sana. Dijari manisnya. Apa arti kau sematkan cincin ini setahun lalu?
Kupikir cincin itu bukti keseriusanmu, tapi? Ditinggalkan cafe pun sang
pacar dengan kecewa. Selesaikah sudah sakit itu?
***
Sebulan berlalu setelah kejadian itu. Keadaan tak bisa bertemu sang
pacar setiap saat membuatnya terbiasa. Hanya risau sebulan tanpa kabar
berita. Berulang kali dihubungi hp Prima tak diangkat bahkan terakhir
kali hp tidak aktif. Kay tetap menunggu, ia masih berusaha menghubungi.
Rasa khawatir menguasai sepenuhnya hati Kay. Tak ada cara lain selain
datang ke rumah Prima.
"Assalamu'alaikum,"
"Waalaikumsalam. Kayla yah?"
"Ka Pardi maaf, Primanya ada Ka?"
"Masuk dulu Kay, jangan berdiri di depan pintu gitu."
Mengalirlah cerita dari lisan Ka Pardi. Kakak kandung Prima. Tentang
kepergiannya dari rumah dan mengganti sim card. Rentetan kalimat-kalimat
itu seperti ratusan jarum menusuk hatiku. Perih.
"Prima tidak memberitahu Kay?" pertanyan penuh selidik.
"Bahkan Kay tidak tahu kalau nomer hpnya diganti."
Kay ingin segera pulang. Setidaknya apa yang dia takutkan tidak terjadi, nyata berbicara beda.
"Beginikah caramu mencintaiku?" batin Kay nelangsa.
***
Labirin yang kauciptakan semakin rumit, semakin ruwet hingga tak
terjangkau olehku. Dengan sisa-sisa tenaga kucoba menapaki kembali
hidup. Lelah aku menunggumu dalam ketidakpastian. Setahun sudah tanpa
kabar darimu.
Sore tadi setelah sekian lama aku menangkap
bayangmu diantara lalu lalang manusia. Hanya ilusi karena rindu
membuncahkah, atau memang kau telah kembali Prima?
Kay terus
berjalan tanpa tujuan. Matanya sibuk mengamati kendaraan, orang yang
lalu di hadapannya. Sedang waktu merangkak cepat ke penghujung sore.
Langkahnya terhenti depan Kedai kopi pinggir jalan. Tempat terakhir Kay
bertemu Prima. Ragu, Kay melangkah masuk.
"Assalamu'alaikum mba Kay. Lama gak mampir." sapa waiter perempuan akrab.
"Wa'alaikumsalam warahmtullah."
"Seperti biasa mba Kayla?" Kay mengangguk.
Pojok kedai yang ia pilih. Selain dekat jendela, minimnya penerangan menyembunyikan wajah sembabnya.
"Cowok yang barusan juga duduk di situ mba. Tepat kursi yang mba Kay duduki."
"Cowok. Siapa mba?"
"Itu loh pacar mba Kayla." waiters berlalu setelah mempersilakan Kay menyeruputcapucinno hangat.
Ah, Prima! Benarkah ia yang dimaksud waiters barusan? Air muka Kay
berubah. Ada kristal bening mengantung di sudut matanya. Semua datang
dengan mudah dan juga pergi begitu saja tapi selalu ada luka kecil
setiap kata berpisah. Akankah waktu mempertemukan cinta pada pelabuhan
terkahir?
Pengalaman naik taksi online Bagian III : Supir ogah cancel order
8 tahun yang lalu

0 komentar:
Posting Komentar