Pages

Supermarket in Love


“Assalamu’alaikum..” Aku melangkah masuk ke dalam rumah.

“Waalaikumsalam....” jawab ibu.

“Huhh... panasnya ya Allah.” Keluhku sambil melangkah menuju kamar.

“Makan dulu nak.” Ajak ibu

“iya bu, mau ganti baju dulu. ” jawabku tanpa menoleh ke belakang. Gerah bgt seharian disekolah kena 
panas pula. Baju putih abu-abuku juga bau keringat. Hari yang melelahkan.

Gak perlu berlama-lama untuk ganti baju.  Aku bergegas menuju meja makan. Perutku sedari tadi meronta. Cacing-cacing diperut  sedari tadi pula demo,menuntut hak mereka segera kupenuhi. Menu makan siang hari ini sangat menggiurkan, sayur asem + ayam goreng +kerupuk udang+ sambel blacan. Masakan istimewah buatan ibu seperti ini yg bikin aku rela gak makan seharian.
Lagi asyik nikmati makan siang tahu-tahu satu makhluk datang tanpa diundang langsung mencomot krupuk udang.

“Ntar habis makan ke supermarket yah...” katanya sambil mengunyah krupuk.

“Mau ngapain sih ke supermarket siang bolong kya gini?” tanyaku berhenti sejenak, lalu melanjutkan santap siangku.

“Beliin gue snake kentang ma yg lain catatan belanjannya ada dikamar.” Dia mencomot ayam goreng lalu beranjak pergi.

Huuhh.... panas bgt gini harus pergi ke supermarket? knapa gak belanja sendiri aja sih? Gerutuku dalam hati. Dasar nenek sihir. Makanan dipiringku belum habis. Aku kehilangan selera makanku. Dengan kesal kudorong kursi hingga hampir terjatuh.  Dengan hati yang guuooondok setengah mampus aku melangkah ke kamar “nenek sihir”, ngambil catatan belanja sekaligus uangnya. Supermarket sebenarnya tak begitu jauh dari rumah, memang dasar mbk Dewi aja yang malas. Begini kali yah rasanya jadi adik? Apa lagi kami hanya berdua. Asal tahu aja sekalipin kami hanya dua bersaudara, hubungan diantara kami kurang baik. Tidak seperti saudara pada umumnya. Dulu kami justru sangat dekat segala macam barang pasti sama. ntah kapan mulanya, kami jadi tak saling tegur sapa. Berbincang paling kalau ada hal sangat penting yang harus kami bicarakan.

Hanya perlu sepuluh menit untuk sampai di supermarket menggunakan motor.  Akhirnya sampai juga.  Aku memburuh masuk supermarket, tak tahan dengan sengatan tajam matahari. Kutelitik catatan belanja ditanganku, kripik kentang, Qtela balado, sereal coklat, tissu basah, capuccino. Aku berjalan pelan sambil mencari  tempat barang-barang yang ingin aku beli. Aduh.... dari  tadi muter-muter baru dapat tissu sama capuccino doang? Dimana sih tempat kripik sama serealnya? Kuedarkan pandanganku, sambil berjalan sangat pelan. Mencari dari satu rak barang ke rak barang yang lain tiba-tiba....
Brrraaakkkkk.......

“Aduhh..... “ aku terkejut, barang ditanganku terjatuh.

“Eh... maaf-maaf.” Kata seseorang panik. Barang-barang dari keranjang belanjaanya terhambur. Aku sontak duduk dan membantu mengumpulkan belanjaan orang itu.  

“Ini punya kamu yah?” tanya orang itu sambil meyodorkan tissu dan capuccino kepadaku. Aku mengangguk.

“Ma kasih.” Kataku.

“Saya yang terima kasih sudah dibantuin. Maaf yah tadi gak sengaja.”katanya penuh sesal.

“Gpp kok.” Aku tersenyum. Kulirik keranjang belanjaanya sekilas. Ada kripik kentang, Qtela balado, sama sereal. Wah... kebetulan nih

“Maaf, saya mau nanya kripik kentang, Qtela, sama sereal disebelah mana yah? Dari tadi saya nyariin tapi gak ketemu.” Kataku lagi.

“Ouh ada disana. Paling pojok.” Dia menunjuk kanan paling sudut.

“Terima kasih.” Aku tersenyum dan berlalu.

Aku berjalan ke tempet yang dimaksud cowok tadi. Dengan singap aku mengambil barang yang kumaksud. Gawat juga kalau kelamaan bisa-bisa kena semprot lagi sama “nenek sihir”. 

“Loh mbk yang tadi saya tabrakkan? Gimana udah dapat barangnya mbk?” tanya cowok itu sangat sopan
.
“Loh ketemu sama mas lagi. Aduh saya minta maaf  yah mas tadi lagi buru-buru jadi gal liat deh.” Aku 
nyerocos gak karuan. Cowok didepanku malah tersenyum geli. Uupss, spontan aku menutup mulut bukan kepalang malunya aku. 

“Saya juga minta maaf mbk. Okey, sebagai permintaan maaf silahkan mbk duluan aja yang bayar kayaknya lagi buru-buru sangat.” Dia tersenyum. Aku terpaku sejenak menikmati senyuman manis itu.

“Mbk....” dia melambaikan tangannya ke wajahku.
“Eh.... oh. Iya tadi bilang apa?”  gaguku kumat. Aisssssk, tensin bo didepan cowok manis kayak gini.

“Saya bilang silahkan mbk aja yang duluan bayar.”

“ohhh.. Iya terima kasih yah.” Aku masih sempat berpamitan pada cowok itu. Hilanglah sudah kegondokan yang kurasakan tadi. Perjumpaan yang mengesankan, setidaknya untukku. Sengatan tajam mentari tak terasa lagi dikulitku. Biarlah tersengat matahari yang penting bisa bertemu dengan cowokitu lagi. 

“Nih belanjaannya. Kembalian sama struk belanja juga ada disitu.” Kataku riang. Kutinggalkan mbk Dewi yang terbengong-bengong melihatku, aku bersenandung lagu cinta. Sial kenapa aku terus teringat cowok yang tadi yah? Apa jangan-jangan? Ahhh, gak mungkin. Gak mungkin kalau aku suka sama cowok itu, aku membatin sendiri.

Jadilah aku semakin riang kalau disuruh ibu atau mbk Dewi ke supermarket. Hehhheheh, jadi terserang virus cinta. Mau panas, mau hujan, mau petir menggelegar dilangit tak pernah kuhiraukan, yang penting bisa ketemu sama cowok itu lagi. Aihhhh lebay. Tapi ajaibnya adalah setiap kali berkunjung ke supermarket yang sama, pasti cowok itu sudah terlebih dulu stand by dengan keranjang belanjaan. Jodoh kali ye?

“Eh, ketemu sama mbk lagi.” Begitu ujarnya saat kami tak sengaja bertemu kembali satu siang
.
“Eh, ketemu sama masnya lagi. Rajin juga yah mas belanjanya, perasaan setiap kali saya shoping dilautan sayur kaya gini selalu ketemu masnya.” Kataku saat kami berjalan menuju kasir.

“Iya jga yah mbk, kenapa setiap kali saya belanja pasti ketemu sama mbknya? Jodoh kali ye.” Kalimat terakhirnya diucapkan dengan sangat pelan.

“Pardon... tadi masnya bilang apa?” kataku memastikan.

“Eh... oh. Anu mbk .. eh..” katanya gagap. Sama seperti aku yang ketahuan menikmati senyumanya saat kami pertama kali bertemu. Hmmmm.. ternyata dia bisa gagu juga yah, kataku dalam hati. Karena asyik ngobrol atau apa pasti setiap kali bertemu aku selalu lupa menayakan namanya.

“Tuh kan lupa lagi nanya namanya.” Sesalku saat tib dirumah.

“Kenapa Mei? Lupa nanya nama siapa?” kata mama menghampiriku.
 
“Kenapa ma? Tadi mama bilang apa?” tanyaku pura-pura tak paham.

“Ituloh tadi itu kamu bilang kalau kamu lupa lagi nanya namanya? Emang kamu lupa nanya namanya siapa Mei?” kata mama dengan tatapan penuh selidik. Aduh gawat nih kalau mama sampai tahu.

“Ah mama salah denger tuh. Tadi Mei bilang kalau Mei lupa beli sesuatu di supermarket. Ya udah yah mam, Mei mau ke kamar dulu.” Kataku ngeles. Niatnya sih pengen kabur gitu tapi aku kurang cepet mama sudah mencegat duluan.

“Eit bentar dulu Mei mama belum selesai ngomongnya.” Mama menarik tanganku, tanda aku harus tetap ditempat semula. Gawat pikirku.

“What happen mom? Mei ngantuk banget nih pengen bobo siang.” Aku memelas dan memasang wajah ngantuk, tapi gak berhasil. 

“Mama curiga nih kayaknya ada yang gak beres. Kok bisa sih kamu jadi berubah rajin gitu kalau disuruh belanja di supermarket. Jangan-jangan....?” mama menatapku curiga. 

“Yah nanti kalau Mei malas bisa-bisa Mei jadi anak durhaka dong. Masa iya sih mama suruh Mei gak dilaksanakan. Mei kan anak baik mam.” Kataku berkelit.

“Trus kenapa kalau mbk Dewi yang nyuruh Mei langsung semangat? Biasanya Mei paling malas tuh kalau mbknya yang nyuruh. Apalagi kalau diluar panas atau gerimis, kenapa hayo? Mama jadi curiga banget nih sama Mei. Gak ada badai, gak ada hujan salju langsung berubah drastis?” mama menghujaniku dengan banyak pertanyaan.

“Mama...” aku meraih tangan mamaku tersayang dan menggenggamnya.

“Emang salah yah kalau Mei belajar jadi adik yang baik buat mbk Dewi? Mbk Dewi kan kakak Mei satu-satunya mam. Mei Cuma pengen bisa deket lagi kayak dulu sama mbk Dewi. Mei bosan kalau harus berantem terus, lagiankan bukannya bagus kalau Mei sama mbk Dewi akur? Jadikan gak ada lagi tuh yang bikin mam harus teriak-teriak misahin kami kalau berantem?” aku menjelaskan panjang lebar supaya mama percaya. Lagian apa yang barusan aku omongin itu bener lagi gak semata-mata untuk menutupi kebohonganku. Aku juga udah bosen kalau harus berantem terus ma kakakku, biarpun dia cerewetnya minta ampun tapikan dia tetap kakakku. Aku juga bosen denger dia teriak-teriak minta dibelikan ini itulah di sepuermarket, kalau aku ngalahkan sekalian mengistirahatkan telingaku dari teriakannya. Hehehhehe... panjang bener. 

Mama percaya dan aku sekarang punya julukan baru, putri supermarket. Ya..ya..ya tak apa lah, tak merugikan ini. Kami sekarang lebih sering bertemu sekali waktu jalan-jalan, bukan disupermarket tentunya. Kalau pas lagi aku sibuk disekolah dan gak sempet bertemu dia, kami sering membuat janji temu.  Temu hari apa dan jam berapa. Lucunya kami belum memperkeenalkan nama masing-masing, kalau lagi ngobrol ber aku kamu saja.

“astaga kitakan belum kenalan dengan resmi yah. Aku Raka.” Dia mengulurkan tangannya.

“Aku Mei.” Aku menjabat tangannya hangat.

“Lucu yah sekian lama kenal tapi gak tahu nama masing-masing.” Katanya saat kami sedang menikmati es cream didepan supermarket.

“Iya yah. Lucu kalau lagi ngobrol rasanyakayak udah kenal lama banget sampenama aja lupa.” Aku menyetujui  ucapannya.

“kamu bilang kamu hobby nulis yah dan tergila-gila sama dunia tulis menulis?” tanya Raka lagi.

“Aku memeng suka nulis. Menurutku dengan menulis melatih tangan dan pikiran kita untuk membuat satu karya yang idenya itu selalu terinspirasi dari apa saja dan dimana saja.”

“Trus tulisanmu udah pernah dimuat dimana aja? Udah pernah dong ngirimin karya tulisan kamu kemedia?” dia tertarik.

“Belum pernah kukirim kemana-mana. Sekedar nulis untuk menyalurkan ide yang tiba-tiba aja hadir dalam pikiranku. Lagian aku gak pede.”

“Kok bisa? Kenapa gak pede? Mana kitatahu kalau tidak pernah dicoba? Siapa tahu banyak peminat yang membacanya.” Raka mencoba meyakinkan.

“ntahlah.” Aku tak acuh. Kami diam dengan pikiran masing-masing. Manikamati es cream yang mulai melelehkarena udara panas.

“Ada yang pengen aku tanya sama kamu Mei?” katanya ragu.

“Tanya apa? Silahkan.”

“ehmm... kamu sudah punyak pacar Mei? Apa dia gak marah kalau ngeliat aku sama kamu kayak gini?” katanya bimbang. Aku menerka arah pertanyanya. Aku tersenyum simpul.

“Tenang ajalagi gak ada yang bakal marah terus gebukin  kamu sampai babak belur, karena aku gak punya pacar Raka.” Ada kelegahan disana diwajah Raka. Dia terdiam sesaat.

“Kalau gitu kamu mau gak Mei jadi pacar aku?” lanjutnya hati-hati. Aku terkesimah, antara bingung dan kaget. Masa sih Raka nembak aku?

“Kamu gak mesti jawab sekarang kok Mei, kamu bisa mikir dulu jawabannya.” Ujarnya kemudian karena melihatku hanya diam. Aku hanaya diam. Sesekali menarik nafas panjang.

“Aku salah ngomong yah Mei? Aku gak maksa kok Mei kalau memang kamu gak suka sama aku, aku gak papa kok.” Dia mulai panik.

“Kamu ini ngomong apa sih Raka. Gak usah panik kayak gitu dong. Lagiankan gak salah kalau kamu ngungkapi perasaanmu, gak ada peraturan pemerintah yang melarang. Lagiankan aku juga suka sama kamu.” Aku berkata dengan malu-malu. Pasti wajahku semerah tomat sekarang. Pasti pipiku juga jadi tambah tembem kayak bakpao.

“Kamu serius Mei? Aku gak salah dnegarkan Mei? Kamu bener jadi pacarku?” dia masih gak percaya. Aku mengangguk.  Dia terlihat sangat bahagia begitupun denganku.

“Sehubung aku juga seneng nulis kayaknya bisa nih dijadikan refreksi ide cerpen. Judulnya apa yah....” dia menggantung kalimatnya. Wajahnya seperti berpikir keras.

“Judulnya Kecantol Cinta di Supermarket.” Kata kami berbarengan. Aihh...senengnya. kami tetawa lepas, sangat lepas sampai tak menghiraukan kalau kami jadi perhatian pengunjung supermarket.

0 komentar: