“Assalamu’alaikum..”
Aku melangkah masuk ke dalam rumah.
“Waalaikumsalam....”
jawab ibu.
“Huhh... panasnya
ya Allah.” Keluhku sambil melangkah menuju kamar.
“Makan dulu nak.”
Ajak ibu
“iya bu, mau
ganti baju dulu. ” jawabku tanpa menoleh ke belakang. Gerah bgt seharian
disekolah kena
panas pula. Baju putih abu-abuku juga bau keringat. Hari yang
melelahkan.
Gak perlu
berlama-lama untuk ganti baju. Aku
bergegas menuju meja makan. Perutku sedari tadi meronta. Cacing-cacing
diperut sedari tadi pula demo,menuntut
hak mereka segera kupenuhi. Menu makan siang hari ini sangat menggiurkan, sayur
asem + ayam goreng +kerupuk udang+ sambel blacan. Masakan istimewah buatan ibu
seperti ini yg bikin aku rela gak makan seharian.
Lagi asyik nikmati
makan siang tahu-tahu satu makhluk datang tanpa diundang langsung mencomot
krupuk udang.
“Ntar habis makan
ke supermarket yah...” katanya sambil mengunyah krupuk.
“Mau ngapain sih ke
supermarket siang bolong kya gini?” tanyaku berhenti sejenak, lalu melanjutkan
santap siangku.
“Beliin gue snake
kentang ma yg lain catatan belanjannya ada dikamar.” Dia mencomot ayam goreng
lalu beranjak pergi.
Huuhh.... panas bgt gini harus pergi ke supermarket?
knapa gak belanja sendiri aja sih? Gerutuku dalam hati. Dasar nenek sihir.
Makanan dipiringku belum habis. Aku kehilangan selera makanku. Dengan kesal
kudorong kursi hingga hampir terjatuh.
Dengan hati yang guuooondok setengah mampus aku melangkah ke kamar
“nenek sihir”, ngambil catatan belanja sekaligus uangnya. Supermarket
sebenarnya tak begitu jauh dari rumah, memang dasar mbk Dewi aja yang malas.
Begini kali yah rasanya jadi adik? Apa lagi kami hanya berdua. Asal tahu aja
sekalipin kami hanya dua bersaudara, hubungan diantara kami kurang baik. Tidak
seperti saudara pada umumnya. Dulu kami justru sangat dekat segala macam barang
pasti sama. ntah kapan mulanya, kami jadi tak saling tegur sapa. Berbincang
paling kalau ada hal sangat penting yang harus kami bicarakan.
Hanya perlu sepuluh menit untuk sampai di supermarket
menggunakan motor. Akhirnya sampai
juga. Aku memburuh masuk supermarket,
tak tahan dengan sengatan tajam matahari. Kutelitik catatan belanja ditanganku,
kripik kentang, Qtela balado, sereal coklat, tissu basah, capuccino. Aku
berjalan pelan sambil mencari tempat
barang-barang yang ingin aku beli. Aduh.... dari tadi muter-muter baru dapat tissu sama
capuccino doang? Dimana sih tempat kripik sama serealnya? Kuedarkan
pandanganku, sambil berjalan sangat pelan. Mencari dari satu rak barang ke rak
barang yang lain tiba-tiba....
Brrraaakkkkk.......
“Aduhh..... “ aku terkejut, barang ditanganku terjatuh.
“Eh... maaf-maaf.” Kata seseorang panik.
Barang-barang dari keranjang belanjaanya terhambur. Aku sontak duduk dan
membantu mengumpulkan belanjaan orang itu.
“Ini punya kamu yah?” tanya orang itu sambil
meyodorkan tissu dan capuccino kepadaku. Aku mengangguk.
“Ma kasih.” Kataku.
“Saya yang terima kasih sudah dibantuin. Maaf yah
tadi gak sengaja.”katanya penuh sesal.
“Gpp kok.” Aku tersenyum. Kulirik keranjang
belanjaanya sekilas. Ada kripik kentang, Qtela balado, sama sereal. Wah...
kebetulan nih
“Maaf, saya mau nanya kripik kentang, Qtela, sama
sereal disebelah mana yah? Dari tadi saya nyariin tapi gak ketemu.” Kataku
lagi.
“Ouh ada disana. Paling pojok.” Dia menunjuk kanan
paling sudut.
“Terima kasih.” Aku tersenyum dan berlalu.
Aku berjalan ke tempet yang dimaksud cowok tadi.
Dengan singap aku mengambil barang yang kumaksud. Gawat juga kalau kelamaan
bisa-bisa kena semprot lagi sama “nenek sihir”.
“Loh mbk yang tadi saya tabrakkan? Gimana udah
dapat barangnya mbk?” tanya cowok itu sangat sopan
.
“Loh ketemu sama mas lagi. Aduh saya minta
maaf yah mas tadi lagi buru-buru jadi
gal liat deh.” Aku
nyerocos gak karuan. Cowok didepanku malah tersenyum geli. Uupss,
spontan aku menutup mulut bukan kepalang malunya aku.
“Saya juga minta maaf mbk. Okey, sebagai
permintaan maaf silahkan mbk duluan aja yang bayar kayaknya lagi buru-buru
sangat.” Dia tersenyum. Aku terpaku sejenak menikmati senyuman manis itu.
“Mbk....” dia melambaikan tangannya ke wajahku.
“Eh.... oh. Iya tadi bilang apa?” gaguku kumat. Aisssssk, tensin bo didepan
cowok manis kayak gini.
“Saya bilang silahkan mbk aja yang duluan bayar.”
“ohhh.. Iya terima kasih yah.” Aku masih sempat
berpamitan pada cowok itu. Hilanglah sudah kegondokan yang kurasakan tadi. Perjumpaan
yang mengesankan, setidaknya untukku. Sengatan tajam mentari tak terasa lagi
dikulitku. Biarlah tersengat matahari yang penting bisa bertemu dengan cowokitu
lagi.
“Nih belanjaannya. Kembalian sama struk belanja
juga ada disitu.” Kataku riang. Kutinggalkan mbk Dewi yang terbengong-bengong
melihatku, aku bersenandung lagu cinta. Sial kenapa aku terus teringat cowok
yang tadi yah? Apa jangan-jangan? Ahhh, gak mungkin. Gak mungkin kalau aku suka
sama cowok itu, aku membatin sendiri.
Jadilah aku semakin riang kalau disuruh ibu atau
mbk Dewi ke supermarket. Hehhheheh, jadi terserang virus cinta. Mau panas, mau
hujan, mau petir menggelegar dilangit tak pernah kuhiraukan, yang penting bisa
ketemu sama cowok itu lagi. Aihhhh lebay. Tapi ajaibnya adalah setiap kali berkunjung
ke supermarket yang sama, pasti cowok itu sudah terlebih dulu stand by dengan
keranjang belanjaan. Jodoh kali ye?
“Eh, ketemu sama mbk lagi.” Begitu ujarnya saat
kami tak sengaja bertemu kembali satu siang
.
“Eh, ketemu sama masnya lagi. Rajin juga yah mas
belanjanya, perasaan setiap kali saya shoping dilautan sayur kaya gini selalu
ketemu masnya.” Kataku saat kami berjalan menuju kasir.
“Iya jga yah mbk, kenapa setiap kali saya belanja
pasti ketemu sama mbknya? Jodoh kali ye.” Kalimat terakhirnya diucapkan dengan
sangat pelan.
“Pardon... tadi masnya bilang apa?” kataku
memastikan.
“Eh... oh. Anu mbk .. eh..” katanya gagap. Sama
seperti aku yang ketahuan menikmati senyumanya saat kami pertama kali bertemu.
Hmmmm.. ternyata dia bisa gagu juga yah, kataku dalam hati. Karena asyik
ngobrol atau apa pasti setiap kali bertemu aku selalu lupa menayakan namanya.
“Tuh kan lupa lagi nanya namanya.” Sesalku saat
tib dirumah.
“Kenapa Mei? Lupa nanya nama siapa?” kata mama
menghampiriku.
“Kenapa ma? Tadi mama bilang apa?” tanyaku
pura-pura tak paham.
“Ituloh tadi itu kamu bilang kalau kamu lupa lagi
nanya namanya? Emang kamu lupa nanya namanya siapa Mei?” kata mama dengan
tatapan penuh selidik. Aduh gawat nih kalau mama sampai tahu.
“Ah mama salah denger tuh. Tadi Mei bilang kalau
Mei lupa beli sesuatu di supermarket. Ya udah yah mam, Mei mau ke kamar dulu.”
Kataku ngeles. Niatnya sih pengen kabur gitu tapi aku kurang cepet mama sudah
mencegat duluan.
“Eit bentar dulu Mei mama belum selesai
ngomongnya.” Mama menarik tanganku, tanda aku harus tetap ditempat semula.
Gawat pikirku.
“What happen mom? Mei ngantuk banget nih pengen
bobo siang.” Aku memelas dan memasang wajah ngantuk, tapi gak berhasil.
“Mama curiga nih kayaknya ada yang gak beres. Kok
bisa sih kamu jadi berubah rajin gitu kalau disuruh belanja di supermarket.
Jangan-jangan....?” mama menatapku curiga.
“Yah nanti kalau Mei malas bisa-bisa Mei jadi anak
durhaka dong. Masa iya sih mama suruh Mei gak dilaksanakan. Mei kan anak baik
mam.” Kataku berkelit.
“Trus kenapa kalau mbk Dewi yang nyuruh Mei
langsung semangat? Biasanya Mei paling malas tuh kalau mbknya yang nyuruh.
Apalagi kalau diluar panas atau gerimis, kenapa hayo? Mama jadi curiga banget
nih sama Mei. Gak ada badai, gak ada hujan salju langsung berubah drastis?” mama
menghujaniku dengan banyak pertanyaan.
“Mama...” aku meraih tangan mamaku tersayang dan
menggenggamnya.
“Emang salah yah kalau Mei belajar jadi adik yang
baik buat mbk Dewi? Mbk Dewi kan kakak Mei satu-satunya mam. Mei Cuma pengen
bisa deket lagi kayak dulu sama mbk Dewi. Mei bosan kalau harus berantem terus,
lagiankan bukannya bagus kalau Mei sama mbk Dewi akur? Jadikan gak ada lagi tuh
yang bikin mam harus teriak-teriak misahin kami kalau berantem?” aku
menjelaskan panjang lebar supaya mama percaya. Lagian apa yang barusan aku
omongin itu bener lagi gak semata-mata untuk menutupi kebohonganku. Aku juga
udah bosen kalau harus berantem terus ma kakakku, biarpun dia cerewetnya minta
ampun tapikan dia tetap kakakku. Aku juga bosen denger dia teriak-teriak minta
dibelikan ini itulah di sepuermarket, kalau aku ngalahkan sekalian
mengistirahatkan telingaku dari teriakannya. Hehehhehe... panjang bener.
Mama percaya dan aku sekarang punya julukan baru,
putri supermarket. Ya..ya..ya tak apa lah, tak merugikan ini. Kami sekarang
lebih sering bertemu sekali waktu jalan-jalan, bukan disupermarket tentunya.
Kalau pas lagi aku sibuk disekolah dan gak sempet bertemu dia, kami sering
membuat janji temu. Temu hari apa dan
jam berapa. Lucunya kami belum memperkeenalkan nama masing-masing, kalau lagi
ngobrol ber aku kamu saja.
“astaga kitakan belum kenalan dengan resmi yah.
Aku Raka.” Dia mengulurkan tangannya.
“Aku Mei.” Aku menjabat tangannya hangat.
“Lucu yah sekian lama kenal tapi gak tahu nama
masing-masing.” Katanya saat kami sedang menikmati es cream didepan
supermarket.
“Iya yah. Lucu kalau lagi ngobrol rasanyakayak
udah kenal lama banget sampenama aja lupa.” Aku menyetujui ucapannya.
“kamu bilang kamu hobby nulis yah dan tergila-gila
sama dunia tulis menulis?” tanya Raka lagi.
“Aku memeng suka nulis. Menurutku dengan menulis
melatih tangan dan pikiran kita untuk membuat satu karya yang idenya itu selalu
terinspirasi dari apa saja dan dimana saja.”
“Trus tulisanmu udah pernah dimuat dimana aja?
Udah pernah dong ngirimin karya tulisan kamu kemedia?” dia tertarik.
“Belum pernah kukirim kemana-mana. Sekedar nulis
untuk menyalurkan ide yang tiba-tiba aja hadir dalam pikiranku. Lagian aku gak
pede.”
“Kok bisa? Kenapa gak pede? Mana kitatahu kalau
tidak pernah dicoba? Siapa tahu banyak peminat yang membacanya.” Raka mencoba
meyakinkan.
“ntahlah.” Aku tak acuh. Kami diam dengan pikiran
masing-masing. Manikamati es cream yang mulai melelehkarena udara panas.
“Ada yang pengen aku tanya sama kamu Mei?” katanya
ragu.
“Tanya apa? Silahkan.”
“ehmm... kamu sudah punyak pacar Mei? Apa dia gak
marah kalau ngeliat aku sama kamu kayak gini?” katanya bimbang. Aku menerka
arah pertanyanya. Aku tersenyum simpul.
“Tenang ajalagi gak ada yang bakal marah terus
gebukin kamu sampai babak belur, karena
aku gak punya pacar Raka.” Ada kelegahan disana diwajah Raka. Dia terdiam
sesaat.
“Kalau gitu kamu mau gak Mei jadi pacar aku?”
lanjutnya hati-hati. Aku terkesimah, antara bingung dan kaget. Masa sih Raka
nembak aku?
“Kamu gak mesti jawab sekarang kok Mei, kamu bisa
mikir dulu jawabannya.” Ujarnya kemudian karena melihatku hanya diam. Aku
hanaya diam. Sesekali menarik nafas panjang.
“Aku salah ngomong yah Mei? Aku gak maksa kok Mei
kalau memang kamu gak suka sama aku, aku gak papa kok.” Dia mulai panik.
“Kamu ini ngomong apa sih Raka. Gak usah panik
kayak gitu dong. Lagiankan gak salah kalau kamu ngungkapi perasaanmu, gak ada
peraturan pemerintah yang melarang. Lagiankan aku juga suka sama kamu.” Aku
berkata dengan malu-malu. Pasti wajahku semerah tomat sekarang. Pasti pipiku
juga jadi tambah tembem kayak bakpao.
“Kamu serius Mei? Aku gak salah dnegarkan Mei?
Kamu bener jadi pacarku?” dia masih gak percaya. Aku mengangguk. Dia terlihat sangat bahagia begitupun
denganku.
“Sehubung aku juga seneng nulis kayaknya bisa nih
dijadikan refreksi ide cerpen. Judulnya apa yah....” dia menggantung
kalimatnya. Wajahnya seperti berpikir keras.
“Judulnya Kecantol Cinta di Supermarket.” Kata
kami berbarengan. Aihh...senengnya. kami tetawa lepas, sangat lepas sampai tak
menghiraukan kalau kami jadi perhatian pengunjung supermarket.

0 komentar:
Posting Komentar