Pages

Ingin seperti Kupu-kupu

(Setelah diedit)

Kuhempaskan badan dikursi empuk depan komputer. Aku linglung. Mataku perih tak sanggup menatap kotak dihadapanku keringat dingin mengalir deras. Lima hari lalu aku terkulai tak berdaya di rumah apalagi sebabnya kalau tidak kecapean, maksain diri terus ngongkrong di depan komputer 10 jam full selama 10 hari berturut-turut. Kurangnya jam istirahat dengan masalah pribadi yang mau tak mau menjadi BEBAN.

***

Ini hari pertama dan aku harus bisa bertahan dengan segala kemungkinan. Sedikit memaksakan diri melawan terik matahari yang mendidihkan kepala.

Sambutan pertama di tempat kerja begitu tak menyenangkan. Asap rokok bercampur suara musik rock dan lainnya diputar kencang oleh client. Gaduh.

Bau keringat yang yahh menambah pengapnya warnet sesaat membuatku melayang. 1 jam... 2 jam... 3 jam berlalu dengan nafas ngos-ngosan, aku harus bertahan. Dan jam - jam berikutnya aku mulai merasa pusing, mual. Berlahan kucoba menutup mata mancari sedikit kedamaian. Petir yang menggelegar di luar sana bercampur dengan hujan deras mengagetkanku, astagfirullah berapa lama aku tertidur?

Seperti ada tangan tak terlihat meremas hatiku. Perih. Hujan kembali membuka memori hidupku.
Kenapa?? kenapa harus terbayang masa indah dulu dengan seseorang yang telah menjungkirbalikkan hidupku? kenapa harus sekarang saat kondisi payah kembali menghampiriku? Ada rindu disudut hati yang slalu ku tolak kehadirannya. Hujan aku tau saat kau datang aku tak bisa mencegahnya rasa itu turut hadir menghampiriku bukan sekeder rasa rindu. Semua kisahku berawal saat kau turun membasahi bumi dan harus berakhir saat kau kembali turun, bukan salahmu jika semuanya harus berakhir. Saat ini luka itu kembali terasa perih saat tetes demi tetesmu mengenainya.

Bi aku kangen kamu... kapan kita bisa saling sapa lagi Bi ...
mungkinkah itu terjadi , kenapa slalu aku tetap berharap kembali ?
Bi sekedar mendengar ucap " salam " darimu padaku tak apa...
Bi ... hujan ini kembali memupuk rindu yang slalu kutolak hadirnya...
Bi ...
ahh Bi ...
kau tetap slalu berhasil membuatku menitikkan air mata lagi dan lagi !!

Bi... ah kata itu membuatku tersenyum.

Aku ingat kata itu berhasil tercipta beberapa detik saat aku bener-benar rindu sosoknya. Aku ingat sepenggal percakapan padanya beberapa bulan sebelum kami bubar.
" Bi aku ingin seperti kupu-kupu yg slalu ceria mengepakkan sayap indahnya menjelajahi udara seperti tak memikul beban."
Air mata mengelir tanpa bisa aku bendung bersama dengan guyuran hujan malam ini.

Kapan Cinta Berlabuh di Pelabuhan Terakhir

Kay masih termenung di depan jendela kamar. Angannya melayang pada peristiwa 3 tahun lalu. Memaksa mengingat kejadian yang membuat gundah hatinya.
Semilir angin senja memaksa me-replay semua kejadian berselimut canda, tawa, air mata. Kini, semua terkunci rapat di ruang terdalam hatinya.*

Bermula pada pertengahan tahun 2010 lalu. Kayla Anastasia yang akrab dipanggil Kay menjalin hubungan Backstreet dengan seorang pria, Bagas Andara Prima. Hasil perkenalan 'paksaan' seorang teman Kay. Tertatih dipertahankan cinta yang telah terajut lebih dari tiga tahun.

Bersama merajut lembar-lembah kasih sayang. Seperti kata orang cinta pertama itu istimewa. Bagi Kay, Prima sosok yang bisa mengayomi masa depannya kelak. 
"Sudah dua tahun pasca perkenalan itu. Lantas mau dibawa kemana hubungan kita?" tanya Kay siang saat mereka bertemu.

"Maksudmu? Yank ..." dibiarkan Prima menggenggam tangannya. Kay membisu.

"Ntah kita berdua siap atau tidak, sebaiknya kita jalani saja dulu saling mengenal lebih jauh lagi. Bukan maksudku membiarkan hubungan kita terombang ambing dalam ketidakjelasan. Hanya saja terlalu cepat buatku. Maaf." nada bicara itu penuh dengan kehati-hatian.

Kay menghela nafas. Tak percaya dengan apa yang ia dengar. Semua terasa sia-sia baginya. Tiga tahun ia menanti. Tentang apa yang sudah ia korbankan. Sebuah cincin emas bertahta sebuah hati dan permata putih melingkar di sana. Dijari manisnya. Apa arti kau sematkan cincin ini setahun lalu? Kupikir cincin itu bukti keseriusanmu, tapi? Ditinggalkan cafe pun sang pacar dengan kecewa. Selesaikah sudah sakit itu?

***

Sebulan berlalu setelah kejadian itu. Keadaan tak bisa bertemu sang pacar setiap saat membuatnya terbiasa. Hanya risau sebulan tanpa kabar berita. Berulang kali dihubungi hp Prima tak diangkat bahkan terakhir kali hp tidak aktif. Kay tetap menunggu, ia masih berusaha menghubungi. Rasa khawatir menguasai sepenuhnya hati Kay. Tak ada cara lain selain datang ke rumah Prima.

"Assalamu'alaikum,"

"Waalaikumsalam. Kayla yah?"

"Ka Pardi maaf, Primanya ada Ka?"

"Masuk dulu Kay, jangan berdiri di depan pintu gitu."

Mengalirlah cerita dari lisan Ka Pardi. Kakak kandung Prima. Tentang kepergiannya dari rumah dan mengganti sim card. Rentetan kalimat-kalimat itu seperti ratusan jarum menusuk hatiku. Perih.

"Prima tidak memberitahu Kay?" pertanyan penuh selidik.

"Bahkan Kay tidak tahu kalau nomer hpnya diganti."

Kay ingin segera pulang. Setidaknya apa yang dia takutkan tidak terjadi, nyata berbicara beda.
"Beginikah caramu mencintaiku?" batin Kay nelangsa.

***

Labirin yang kauciptakan semakin rumit, semakin ruwet hingga tak terjangkau olehku. Dengan sisa-sisa tenaga kucoba menapaki kembali hidup. Lelah aku menunggumu dalam ketidakpastian. Setahun sudah tanpa kabar darimu.

Sore tadi setelah sekian lama aku menangkap bayangmu diantara lalu lalang manusia. Hanya ilusi karena rindu membuncahkah, atau memang kau telah kembali Prima?

Kay terus berjalan tanpa tujuan. Matanya sibuk mengamati kendaraan, orang yang lalu di hadapannya. Sedang waktu merangkak cepat ke penghujung sore. Langkahnya terhenti depan Kedai kopi pinggir jalan. Tempat terakhir Kay bertemu Prima. Ragu, Kay melangkah masuk.

"Assalamu'alaikum mba Kay. Lama gak mampir." sapa waiter perempuan akrab.

"Wa'alaikumsalam warahmtullah."

"Seperti biasa mba Kayla?" Kay mengangguk.

Pojok kedai yang ia pilih. Selain dekat jendela, minimnya penerangan menyembunyikan wajah sembabnya.
"Cowok yang barusan juga duduk di situ mba. Tepat kursi yang mba Kay duduki."

"Cowok. Siapa mba?"

"Itu loh pacar mba Kayla." waiters berlalu setelah mempersilakan Kay menyeruputcapucinno hangat.

Ah, Prima! Benarkah ia yang dimaksud waiters barusan? Air muka Kay berubah. Ada kristal bening mengantung di sudut matanya. Semua datang dengan mudah dan juga pergi begitu saja tapi selalu ada luka kecil setiap kata berpisah. Akankah waktu mempertemukan cinta pada pelabuhan terkahir?